Should research students use editors?
Bolehkah mahasiswa riset menggunakan editor?

Ross Woods. With thanks to Jαne Αbαο Re-written July 2024

Should research students use editors? Some “editing” goes so far as to represent a substantial contribution to the dissertation, so where is the boundary between permissible editing and ghost writing?

The answers are various. For example, 78% of respondents in a survey of US Doctor of Ministry programs encouraged or required students to use outside editors. 1. Some research supervisors do not accept dissertation drafts unless they have been read by a third party. On the other hand, some European universities explicitly forbid all professional editing, and see it as ground for expulsion.

When it might be unacceptable

In some fields, such as the humanities, the writing process is integral to the research. “The rhetorical construction and presentation of the argument is at least as important as the actual approach” but still suggests the use of editors is only “borderline”unacceptable. 2. However, it would be more consistent to conclude that students must be able to edit their own dissertations, and that students who cannot do so may not pass.

It is also unacceptable if supervisors neglect their responsibiities as supervisors and require students to hire private consultants to do the supervisor's job.

When it is helpful or even recommended

  1. The Australian Standard of Editing Practice (ASEP) sets explicit limits to the editor's role, and it is notable that software and proofreaders operate within these guidelines:
    1. The editor's role is limited to language, expression, referencing, and academic style. They may help in phrasing ideas more clearly, resolving inconsistencies, fixing confusing paragraphs, and helping make argument more persuasive.
    2. They may not write the student’s dissertation nor make changes to structure and content.
  2. In some dissertations in the hard sciences, the writing process is less integral to the research; researchers use writing to report their research, which is focussed on numerical data and experiments. The use of editors in these cases is quite defensible, even recommended, especially language editing for English as a Second Language (ESL) students.
  3. Modern word processing software can now set layout, generate references, and correct punctuation, grammar, spelling, and language style. Most institutions expect students to use those features, and even institutions that disallow human editors seem not to object to software that performs these tasks.
  4. In the days when typing was a specialized occupation, it was quite permissible to give the typist a set of polished notes in longhand and a copy of the style manual. It was then the typist's job to follow the style manual, although the student was fully responsible for the presentation of the document. This indicates that students could then outsource style guide compliance to a third party, as long as the student retains responsibility.
  5. Proofreaders may give any kind of comment that they wish. These are normally unpaid, and might be a spouse, friend or colleage. Institutions do not seem to object, even if the service is the same as done by a paid person wearing the title “editor.”

Tentative conclusions

The institutional policy on the use of editors should be a departmental decision. In the humanities, the department is entitled to require that students edit their own dissertations, and the use of editors is grounds for expulsion. However, in the hard sciences, the department might allow students to engage editors within ASEP standards.

The departments should also have a policy on whether or not students may hire their own specialist methodologists and statisticians. It should also have rules for doing so, so that they can identify how much of the dissertation is the student's own work.

The supervisor's role is to advise and support, but not to check typing, spelling, and grammar. However, some lazy students expect their supervisors to do so, and, in effect, write their dissertation for them.

New programs need more leeway if students do not yet have a model to follow.

______________
1. “ADME 2022 Final Project Survey Results” (v. 3.30.2022). This was an unpublished survey of US professional doctoral programs, in all cases Doctor of Ministry programs accredited by ATS. ADME is The Association for Doctor of Ministry Education (https://dmineducation.org/).
2. Αbαο, 2022.

Ross Woods. Dengan terima kasih kepada Jαne Αbα&omicron. Revisi Juli 2024. Dit. Respati Adjipurwo

Bolehkah mahasiswa riset menggunakan editor? Beberapa tindakan yang disebut "penyuntingan" bahkan dianggap sebagai kontribusi substansial terhadap disertasi, sehingga muncul pertanyaan mengenai batasan antara penyuntingan yang diperbolehkan dan praktik ghostwriting.

Jawaban atas pertanyaan ini sangat beragam. Sebagai contoh, 78% responden dalam survei program Doktor Pelayanan di AS mendorong atau bahkan mewajibkan mahasiswa untuk menggunakan editor eksternal.¹ Beberapa pembimbing penelitian bahkan tidak bersedia menerima draf disertasi kecuali telah ditelaah oleh pihak ketiga. Di sisi lain, sejumlah universitas di Eropa secara tegas melarang segala bentuk penyuntingan profesional dan menganggapnya sebagai alasan untuk diskualifikasi.

Kondisi ketika hal tersebut mungkin tidak dapat diterima

Dalam beberapa bidang, terutama humaniora, proses penulisan merupakan bagian integral dari kegiatan penelitian. Dinyatakan bahwa “konstruksi retorika dan penyajian argumen setidaknya sama pentingnya dengan pendekatan yang sebenarnya,” tetapi kemudian disebutkan bahwa penggunaan editor hanya “hampir” tidak dapat diterima.² Akan lebih konsisten untuk menyimpulkan bahwa mahasiswa seharusnya mampu mengedit disertasi mereka sendiri, dan ketidakmampuan dalam hal ini dapat menjadi indikasi ketidaklayakan untuk lulus.

Selain itu, tidak dapat diterima pula apabila seorang pembimbing mengabaikan tanggung jawabnya dan justru mewajibkan mahasiswa untuk menyewa konsultan privat guna mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab pembimbing.

Kondisi ketika penggunaan editor membantu atau bahkan direkomendasikan:

  1. Standar Praktik Penyuntingan Australia (ASEP) menetapkan batasan yang jelas mengenai peran penyunting. Penting untuk dicatat bahwa baik perangkat lunak maupun penyunting naskah beroperasi dalam pedoman berikut:
    1. Peran penyunting terbatas pada aspek bahasa, ekspresi, referensi, dan gaya akademis. Mereka dapat membantu mengutarakan gagasan dengan lebih jelas, menyelesaikan inkonsistensi, memperbaiki paragraf yang membingungkan, serta membantu membuat argumen lebih persuasif.
    2. Mereka tidak diperbolehkan menulis disertasi mahasiswa atau mengubah struktur dan konten.
  2. Dalam beberapa disertasi ilmu pasti, proses penulisan mungkin tidak menjadi bagian integral dari penelitian. Para peneliti menggunakan tulisan untuk melaporkan penelitian mereka, yang berfokus pada data numerik dan eksperimen. Penggunaan penyunting dalam kasus ini cukup dapat dipertahankan, bahkan direkomendasikan, terutama penyuntingan bahasa untuk mahasiswa dengan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Kedua (ESL).
  3. Perangkat lunak pengolah kata modern kini memiliki kemampuan untuk mengatur tata letak, membuat referensi, serta mengoreksi tanda baca, tata bahasa, ejaan, dan gaya bahasa. Sebagian besar institusi mengharapkan mahasiswa untuk memanfaatkan fitur-fitur tersebut. Bahkan institusi yang melarang penyunting manusia tampaknya tidak keberatan dengan penggunaan perangkat lunak untuk tugas-tugas ini. Pada masa ketika mengetik merupakan pekerjaan khusus, memberikan catatan tulisan tangan yang sudah dipoles beserta salinan buku panduan gaya kepada juru ketik adalah hal yang wajar. Tugas juru ketik saat itu adalah mengikuti buku panduan gaya, meskipun mahasiswa tetap bertanggung jawab penuh atas penyajian dokumen. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa di masa lalu dapat mengalihdayakan kepatuhan terhadap buku panduan gaya kepada pihak ketiga, asalkan mahasiswa tetap memegang tanggung jawab.
  4. Pembaca pruf (proofreader) dapat memberikan komentar apa pun yang dianggap perlu. Mereka umumnya tidak dibayar dan bisa berupa pasangan, teman, atau kolega. Lembaga tampaknya tidak mempermasalahkan hal ini, meskipun layanan yang diberikan serupa dengan layanan yang diberikan oleh seseorang yang dibayar dengan gelar "editor".

Kesimpulan Sementara

Kebijakan lembaga mengenai penggunaan editor idealnya menjadi keputusan departemen. Dalam bidang humaniora, Kepala jurusan berhak mewajibkan mahasiswa mengedit disertasinya sendiri, dan penggunaan editor dapat menjadi dasar mahasiwa dikeluarkan dari program. Sebaliknya, dalam bidang sains, departemen dapat mengizinkan mahasiswa menggunakan editor sesuai dengan standar ASEP.

Kepala jurusan juga perlu menetapkan kebijakan mengenai diperbolehkannya mahasiswa mempekerjakan ahli metodologi dan ahli statistik secara mandiri. Bersamaan dengan itu, kepala jurusan sebaiknya memiliki metode untuk mengidentifikasi sejauh mana disertasi merupakan karya asli mahasiswa.

Peran pembimbing adalah memberikan saran dan dukungan, bukan untuk memeriksa kesalahan ketik, ejaan, dan tata bahasa. Namun, sebagian mahasiswa yang kurang berinisiatif mengharapkan pembimbing mereka melakukan hal tersebut, yang pada dasarnya sama dengan meminta pembimbing menulis disertasi untuk mereka.

Program studi baru memerlukan fleksibilitas yang lebih besar, terutama jika mahasiswa belum memiliki model atau preseden yang jelas untuk diikuti.

______________
1. “ADME 2022 Final Project Survey Results” (v. 3.30.2022). This was an unpublished survey of US professional doctoral programs, in all cases Doctor of Ministry programs accredited by ATS. ADME is The Association for Doctor of Ministry Education (https://dmineducation.org/).
2. Αbαο, 2022.

 

CC BY-NC-ND
This work is released under a CC BY-NC-ND license, which means that you are free to do with it as you please as long as you (1) properly attribute it, (2) do not use it for commercial gain, and (3) do not create derivative works.