Naratologi Dalam Penelitian Kualitatif

Ishak Iskandar Trijosa, 2024.

Pengertian Naratologi

Naratologi berasal dari kata "narrative" (narasi) dan "logos" (ilmu), yang berarti ilmu atau studi tentang narasi. Dalam penelitian kualitatif, metode naratologi digunakan untuk menganalisis bagaimana cerita-cerita disusun, bagaimana makna dihasilkan, dan bagaimana cerita digunakan untuk memahami pengalaman hidup manusia. Metode ini berfokus pada bagaimana subjek atau partisipan membentuk, menyusun, dan mengkomunikasikan narasi mereka, serta bagaimana narasi tersebut terkait dengan konteks sosial dan budaya.

Naratologi adalah cabang kajian sastra yang kemudian berkembang menjadi alat analisis di berbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu sosial, pendidikan, dan teologi. Pendekatan ini berpusat pada analisis bentuk, struktur, dan fungsi narasi serta bagaimana cerita-cerita tersebut mengungkapkan realitas kehidupan. Dalam konteks penelitian kualitatif, naratologi membantu peneliti memahami bagaimana individu atau kelompok membentuk identitas mereka melalui cerita dan bagaimana cerita ini mempengaruhi cara mereka melihat dunia.

Menurut Nurgiyantoro, (2013) Penelitian naratologi adalah studi yang berfokus pada struktur, teknik, dan fungsi narasi dalam karya sastra, termasuk analisis elemen-elemen seperti alur, tokoh, latar, dan sudut pandang, serta bagaimana elemen-elemen tersebut membentuk sebuah cerita.

Menurut Herman (2007), Naratologi tidak hanya mengkaji alur atau plot cerita, tetapi juga berbagai elemen dalam narasi, seperti karakter, latar, serta pesan implisit dalam cerita. Melalui analisis naratif, peneliti dapat menggali makna yang lebih dalam dari pengalaman dan pandangan hidup individu yang dinarasikan.

Gerard Genette (1980) mengatakan bahwa naratologi adalah studi tentang struktur dan fungsi naratif, serta bagaimana narasi diorganisasikan melalui unsur-unsur seperti waktu, perspektif, dan plot.

Menurut Mieke Bal (2009) Naratologi adalah teori yang mengeksplorasi cara narasi diceritakan, termasuk elemen-elemen formal yang mendasari cerita, seperti karakter, tindakan, latar, dan sudut pandang.

Catherine Kohler Riessman (2008) menyatakan bahwa narasi merupakan cara individu menceritakan pengalaman hidup mereka, dan analisis naratif adalah pendekatan untuk memahami bagaimana mereka menstrukturkan dan memberi makna terhadap pengalaman tersebut.

Langkah-langkah Metode Naratologi

Dalam penelitian kualitatif, naratologi melibatkan beberapa langkah utama:

1. Pengumpulan Narasi

Proses pertama dalam metode naratologi adalah pengumpulan cerita atau narasi dari partisipan penelitian. Ini dapat dilakukan melalui wawancara mendalam, di mana partisipan diminta untuk menceritakan pengalaman hidup mereka, atau melalui observasi di mana peneliti mengamati bagaimana narasi disampaikan dalam percakapan sehari-hari.

Teeuw (1984) menyatakan pentingnya mengumpulkan elemen-elemen naratif untuk membangun analisis yang koheren seperti struktur alur, sudut pandang, dan hubungan antar karakter.

Chase (2005) menyebutkan bahwa proses ini melibatkan membangun hubungan yang kuat dengan partisipan untuk menciptakan lingkungan di mana mereka merasa nyaman berbagi cerita mereka.

2. Analisis Struktur Narasi

Setelah data naratif dikumpulkan, langkah berikutnya adalah menganalisis struktur narasi. Peneliti dapat menggunakan kerangka naratif klasik seperti plot (alur cerita), karakter, latar, dan tema. Langkah ini bertujuan untuk mengenali komponen-komponen pembangun cerita.

Nurgiyantoro (2013) menyebutkan bahwa elemen-elemen ini adalah fondasi dalam analisis cerita untuk memahami bagaimana narasi disusun.

Teeuw (1984) menguraikan bahwa analisis struktur naratif membantu mengidentifikasi pola dan mekanisme penceritaan. Menurut Todorov (1969), narasi biasanya mengikuti pola tertentu yang melibatkan tahapan-tahapan seperti orientasi, komplikasi, resolusi, dan evaluasi.

Genette (1980) memperkenalkan konsep analisis struktural yang melibatkan elemen waktu (order, duration, frequency), sudut pandang, dan fokus narasi.

3. Analisis Tema dan Simbol

Peneliti juga menganalisis tema-tema utama yang muncul dalam narasi. Tema-tema ini mencerminkan pengalaman, keyakinan, atau nilai-nilai penting yang diungkapkan oleh partisipan. Nurgiyantoro (2013) menjelaskan bahwa tema adalah gagasan sentral yang menjadi landasan narasi, sementara subtema memperkaya dan memperluas makna cerita.

Simbol dan metafora yang digunakan dalam narasi juga dianalisis untuk memahami makna yang lebih mendalam dari cerita yang disampaikan. Semi (1993) menyatakan bahwa simbol sering kali menjadi alat untuk menyampaikan makna tersembunyi dalam narasi. Menghubungkan tema dan simbol dengan konteks sosial, budaya, atau historis di mana karya tersebut diciptakan. Hal ini membantu menggali makna yang lebih luas. Faruk (2012) menyebutkan bahwa analisis konteks memperkaya interpretasi tema dan simbol dengan menempatkan narasi dalam latar budaya tertentu.

4. Analisis Identitas

Identitas adalah elemen kunci dalam narasi. Dalam penelitian naratologi, peneliti mempelajari bagaimana partisipan membentuk identitas mereka melalui cerita yang mereka ceritakan. Misalnya, narasi dapat digunakan untuk merepresentasikan bagaimana individu melihat diri mereka sendiri atau bagaimana mereka ingin dilihat oleh orang lain. Jabrohim (2001) menyoroti pentingnya analisis terhadap dinamika identitas sebagai bagian dari struktur naratif.

5. Analisis Intertekstualitas

Intertekstualitas mengacu pada bagaimana satu narasi berhubungan dengan narasi lain dalam konteks sosial atau budaya yang lebih luas. Peneliti naratologi sering melihat bagaimana cerita individu berinteraksi dengan cerita yang lebih besar atau dominan dalam masyarakat. Menghubungkan analisis intertekstualitas dengan konteks sosial, budaya, atau historis yang mempengaruhi teks yang sedang dianalisis. Hal ini membantu dalam mengidentifikasi alasan dan tujuan dari penggunaan intertekstualitas dalam narasi. Faruk (2012) mengungkapkan bahwa pemahaman terhadap latar sosial dan budaya dari teks yang dianalisis membantu menjelaskan mengapa intertekstualitas tersebut digunakan.

6. Menyusun Interpretasi

Langkah terakhir adalah menyusun interpretasi yang menghubungkan elemen-elemen narasi dengan tujuan penelitian. Peneliti menyampaikan bagaimana narasi mencerminkan pengalaman individu dan relevansi narasi terhadap teori atau fenomena yang dikaji. Polkinghorne (1988) menyatakan bahwa hasil akhir dari metode naratologi adalah interpretasi yang mendalam tentang bagaimana individu menciptakan makna melalui cerita mereka.

Keunggulan Metode Naratologi

1. Pendekatan Holistik

Naratologi memungkinkan peneliti memahami pengalaman individu secara holistik, dengan memperhatikan konteks sosial, budaya, dan psikologis yang membentuk narasi.

Faruk (2012) menjelaskan bahwa naratologi sebagai pendekatan holistik memungkinkan peneliti untuk melihat teks sastra secara keseluruhan, sehingga setiap elemen naratif dapat dianalisis secara saling terkait dalam konteks narasi yang lebih luas. Hal ini memperkaya pemahaman terhadap teks dengan mempertimbangkan interaksi antar elemen dalam struktur narasi.

2. Makna Mendalam

Metode ini memungkinkan peneliti untuk menggali makna-makna yang tersembunyi dalam cerita partisipan, memberikan wawasan yang lebih kaya tentang pengalaman hidup mereka.

Nurgiyantoro (2013) menyatakan bahwa naratologi memberikan kerangka kerja untuk mengeksplorasi makna-makna tersembunyi di balik struktur naratif. Melalui pendekatan ini, peneliti dapat memahami pesan moral, ideologi, atau nilai-nilai budaya yang disampaikan oleh teks dengan lebih mendalam.

3. Identitas dan Peran Sosial

Analisis naratif memungkinkan peneliti mengeksplorasi bagaimana identitas individu dibentuk dan dibentuk ulang melalui narasi, terutama dalam konteks perubahan sosial dan budaya.

Faruk (2012) menyatakan bahwa penelitian identitas melalui pendekatan sastra dan naratologi memungkinkan analisis bagaimana perubahan sosial dan budaya membentuk dinamika identitas individu maupun kelompok. Kelebihan ini menjadi penting dalam memahami narasi yang menggambarkan pergulatan antara tradisi dan modernitas atau antara nilai-nilai lokal dan global.

Kelemahan Metode Naratologi

1. Subjektivitas

Interpretasi narasi sangat bergantung pada perspektif peneliti, yang dapat menyebabkan bias. Peneliti mungkin tanpa sadar memproyeksikan nilai atau asumsi pribadi mereka ke dalam analisis, sehingga memengaruhi hasil.

Subjektivitas ini dapat mengurangi validitas hasil jika tidak diimbangi dengan refleksi kritis dan transparansi dalam proses penelitian.

Riessman (2008) mencatat bahwa interpretasi narasi sangat tergantung pada perspektif individu, baik dari narator maupun peneliti, sehingga hasilnya bersifat kontekstual dan tidak universal.

2. Kompleksitas Struktur

Narasi sering kali memiliki struktur yang kompleks dan terdiri dari banyak lapisan, seperti alur, karakter, tema, dan konteks. Menganalisis elemen-elemen ini secara mendalam membutuhkan keterampilan dan waktu yang signifikan. Kerumitan ini bisa menjadi tantangan, terutama bagi peneliti yang belum terbiasa dengan teori narasi atau yang memiliki keterbatasan waktu dan sumber daya. Genette (1980) menyoroti bahwa analisis narasi memerlukan perhatian mendalam terhadap elemen-elemen struktural, yang dapat menjadi tantangan dalam penelitian yang kompleks.

3. Ketergantungan pada kemampuan verbal partisipan

Dalam pendekatan naratologi, terutama yang melibatkan wawancara atau pengumpulan data naratif secara langsung, kualitas data sangat bergantung pada kemampuan verbal partisipan untuk menceritakan pengalaman mereka secara jelas dan terstruktur. Jika partisipan memiliki keterbatasan dalam keterampilan komunikasi verbal, seperti kesulitan dalam merangkai cerita, memilih kata yang tepat, atau menyampaikan perasaan secara eksplisit, hal ini dapat memengaruhi validitas dan kekayaan narasi yang dihasilkan (Riessman, 2008).

Keterbatasan ini menjadi tantangan khusus dalam konteks budaya atau komunitas tertentu di mana tradisi oral atau cara bercerita tidak selalu sesuai dengan kerangka naratologi yang sistematis. Misalnya, masyarakat dengan tradisi cerita lisan yang kaya mungkin menyampaikan narasi dalam bentuk yang tidak linier atau menggabungkan elemen simbolik yang sulit diinterpretasikan dalam pendekatan naratologi formal (Clandinin & Connelly, 2000).

4. Keterbatasan Generalisasi

Pendekatan naratologi fokus pada pengalaman individu dan cara mereka mengartikulasikan cerita. Karena itu, hasil analisis naratif cenderung bersifat kontekstual dan sangat spesifik, sehingga sulit untuk digeneralisasi ke populasi yang lebih luas. Hal ini disebabkan oleh sifat naratologi yang lebih menekankan pada pemahaman mendalam terhadap pengalaman unik daripada menghasilkan temuan yang berlaku universal (Polkinghorne, 1995).

Selain itu, karena data naratif bergantung pada interpretasi peneliti terhadap cerita partisipan, ada potensi bias subjektivitas yang semakin mempersempit kemungkinan generalisasi (Riessman, 2008). Dalam konteks penelitian sosial atau budaya, hal ini menjadi tantangan ketika peneliti ingin menarik kesimpulan atau rekomendasi yang relevan secara lebih luas.

5. Kesulitan Mengukur Validitas dan Reliabilitas

Pendekatan naratologi cenderung bersifat kualitatif, yang lebih menekankan pada interpretasi dan pemahaman mendalam terhadap cerita daripada menghasilkan data yang dapat diukur secara objektif. Karena itu, sulit untuk memastikan apakah interpretasi peneliti terhadap narasi partisipan benar-benar mencerminkan makna asli yang dimaksudkan oleh partisipan atau sekadar bias interpretatif peneliti (Riessman, 2008).

Selain itu, reliabilitas menjadi tantangan karena hasil analisis naratif sering kali sulit direplikasi. Cerita yang disampaikan partisipan bisa bervariasi tergantung pada suasana hati, konteks, atau hubungan mereka dengan peneliti pada saat pengumpulan data, sehingga interpretasi yang sama mungkin tidak dapat dihasilkan dalam kondisi berbeda (Polkinghorne, 1995). Pendekatan ini kurang cocok untuk studi yang memerlukan hasil yang konsisten dan terstandar.

Daftar Pustaka

Bal, M. (2009). Narratology: Introduction to the Theory of Narrative 3rd ed. Toronto: University of Toronto Press.

Barthes, R. (1977). Image, Music, Text. London: Fontana Press.

Chase, S. E. (2005). "Narrative Inquiry: Multiple Lenses, Approaches, Voices". In N. K. Denzin & Y. S. Lincoln (Eds.), The Sage Handbook of Qualitative Research (pp. 651-679). Thousand Oaks, CA: SAGE Publications.

Clandinin, D. J., & Connelly, F. M. (2000). Narrative inquiry: Experience and story in qualitative research. Jossey-Bass.

Creswell, J. W. (2013). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches (3rd ed.). Thousand Oaks, CA: SAGE Publications.

Faruk. (2012). Metode penelitian sastra: Sebuah penjelajahan awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Genette, G. (1980). Narrative Discourse: An Essay in Method. Ithaca, NY: Cornell University Press.

Herman, D. (2007). The Cambridge Companion to Narrative. Cambridge: Cambridge University Press.

Nurgiyantoro, B. (2013). Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Polkinghorne, D. E. (1988). Narrative Knowing and the Human Sciences. Albany, NY: SUNY Press.

Polkinghorne, D. E. (1995). "Narrative configuration in qualitative analysis.: International Journal of Qualitative Studies in Education, 8(1).

Riessman, C. K. (1993). Narrative Analysis. Newbury Park, CA: SAGE Publications.

Riessman, C. K. (2008). Narrative methods for the human sciences. SAGE Publications.

Semi, M. A. (1993). Metode penelitian sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. (1984). Sastra dan ilmu sastra: Pengantar teori sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

 

CC BY-NC-ND
This work is released under a CC BY-NC-ND license, which means that you are free to do with it as you please as long as you (1) properly attribute it, (2) do not use it for commercial gain, and (3) do not create derivative works.